Monday, March 5, 2012

Mengapa Bantuan Langsung Tunai? Bagian 1

Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah sebuah program kompensasi untuk kelompok termiskin ketika terjadi sebuah guncangan ekonomi yang bisa mempengaruhi kesejahteraan kelompok itu. Di Indonesia, BLT diberikan saat terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang akan mempengaruhi harga-harga secara umum. Tapi secara prinsip, BLT atau mekanisme kompensasi secara umum bisa diberikan ketika terjadi guncangan ekonomi karena alasan-alasan lain, seperti bencana alam atau krisis ekonomi (cash for work bagi korban letusan Merapi adalah contoh program kompensasi).

Sebagai sebuah program kompensasi, tujuan BLT tentu bukanlah menurunkan tingkat kemiskinan secara keseluruhan. Fungsi BLT adalah menjaga tingkat konsumsi kelompok termiskin – yang umumnya tidak punya mekanisme lain seperti tabungan atau akses ke pinjaman untuk menjaga tingkat konsumsi – ketika guncangan ekonomi terjadi. Program kompensasi juga sifatnya sementara. Tapi ke depan perlu ada semacam protokol atau sistem dimana program seperti BLT atau cash for work bisa dijalankan tanpa melalui proses pengambilan kebijakan yang standar.

Beberapa kebijakan/program kompensasi di negara lain

Insentif pajak. Ini langkah yang banyak dilakukan di negara maju. Kebijakan ini bisa efektif jika basis pajak di suatu negara sudah besar, dan pencatatan serta administrasi pajak sudah rapi. Dengan basis pajak yang masih rendah, kebijakan ini tidak akan banyak berpengaruh.

Stimulus fiskal. Alternatif lain adalah menggunakan belanja pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian secara langsung. Mekanisme klasik adalah pemerintah mengeluarkan dana untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, yang menciptakan permintaan pada tenaga kerja serta sumber penghasilan bagi individu. Tentu ini mengasumsikan bahwa pemerintah punya kemampuan untuk menciptakan dan menyerap proyek-proyek tersebut, anggaran turun tepat waktu, tidak ada problem dengan proses pengadaan/tender, dan proyek-proyek tersebut benar bisa menyerap tenaga kerja yang menganggur (bukan sekedar realokasi tenaga kerja). Pertimbangan lain adalah ada tenggang waktu hingga dampak dari direct spending pemerintah terhadap tingkat kesejahteraan penduduk miskin baru terasa. Ini perlu diperhatikan jika kita spesifik ingin memberi kompensasi pada kelompok miskin.

Transfer tunai dari pemerintah ke penduduk bisa dilihat sebagai varians dari stimulus fiskal. Dalam mekansime ini pemerintah langsung memberikan uang tunai kepada penduduk. Bantuan tunai bisa diberikan secara sama rata ke semua orang tanpa melihat karakteristik dan pendapatan, bisa diberikan secara targeted ke kelompok tertentu. Bisa diberikan tanpa kondisi apapun, bisa dikaitkan dengan beberapa ‘kewajiban’ dari penerima seperti harus menyekolahkan anaknya dan memeriksakan kesehatan secara rutin.

Tahun 2008-2009, merespon dampak krisis global, pemerintah Australia memberikan bantuan tunai kepada penduduknya. Penduduk di bawah tingkat pendapatan tertentu secara otomatis menerima transfer di rekening tabungan mereka. Bantuan juga diberikan pada penduduk yang melahirkan dan punya anak usia sekolah. Pada dasarnya ini adalah bantuan tunai, hanya penyalurannya dilakukan melalui rekening bank. Mekanisme ini sulit dilakukan di Indonesia karena mayoritas penduduk miskin belum bankable.

Apa kriteria program kompensasi untuk penduduk miskin yang cocok untuk kondisi Indonesia?

Bisa diimplementasikan secara cepat. Dalam arti tidak memerlukan perencanaan pra-implementasi yang terlalu sulit, proses pengadaan yang rumit, beban birokrasi yang tinggi, atau proses penyaluran yang panjang dari pemerintah hingga penerima.

Langsung mempengaruhi konsumsi atau tingkat kesejahteraan penerima. Bantuan kesehatan tentu bermanfaat bagi penduduk miskin. Tapi manfaatnya baru dirasakan saat penerima menggunakan layanan kesehatan. Program seperti ini tidak langsung membantu tingkat konsumsi penduduk miskin. Demikian halnya bantuan pendidikan; program ini membantu keluarga yang punya anak usia sekolah, tapi tidak menyelesaikan problem mereka yang ada di luar sistem sekolah (seperti anak jalanan) atau keluarga tanpa anak sekolah. Baik bantuan pendidikan dan kesehatan juga menyaratkan tersedianya fasilitas pendidikan dan kesehatan yang bisa dimanfaatkan oleh penduduk miskin.

Bagaimana dengan bantuan dalam bentuk modal usaha? Bantuan modal usaha mengasumsikan bahwa penerima memiliki kemampuan wirausaha dan mampu mengelola usaha. Kenyataannya, tidak semua orang adalah wirausaha, apalagi di kelompok miskin. Bantuan modal usaha adalah satu instrumen kebijakan lain untuk mencapai tujuan lain, tapi bukanlah instrumen yang cocok untuk program kompensasi.

Jumlah bantuan yang diterima cukup. Tidak terlalu kecil, tapi tidak terlalu besar dan bisa membuat insentif negatif bagi penerima.

Diterima oleh mereka yang layak menerima. Implikasinya, didukung oleh sistem dan database penargetan yang kuat.

Biaya administrasi yang relatif kecil dalam menjalankan program. Ini mencakup biaya penyaluran dan distribusi, honorarium petugas, dan biaya-biaya lain.

BLT dan program-program kemiskinan lain di Indonesia

Ada persepsi bahwa BLT adalah satu-satunya program pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan. Sesungguhnya, ada berbagai program penanggulangan kemiskinan yang sudah berjalan. Masing-masing program memiliki tujuan, target sasaran, instrumen serta mekanisme intervensi yang berbeda. Dalam praktek, penerima BLT pun akan menerima sejumlah program lain di saat yang sama.

Betul bahwa program-program ini masih jauh dari sempurna. Tapi di saat yang sama, program-program ini adalah building block dalam membangun sebuah sistem perlindungan sosial yang kuat dan komprehensif. Negara-negara Amerika Latin seperti Argentina, Brazil, Chile atau Colombia juga berangkat dari program-program yang terpisah dan tidak terkoordinasi. Tapi sekarang mereka dianggap sebagai salah satu acuan dalam membangun sistem perlindungan sosial. Sisi baiknya, proses yang sama tengah berjalan di Indonesia.

Pertanyaanya, mengapa pemerintah masih perlu mengucurkan BLT, bukan menggunakan program yang ada sebagai program kompensasi? Merujuk ke kriteria program kompensasi di atas, mari kita lihat tiap program yang ada.

Raskin (beras untuk rakyat miskin). Problem dengan Raskin adalah dibutuhkan upaya dan dukungan logistik yang besar untuk mendistribusikan beras hingga ke penerima. Selain itu, diperlukan proses pengadaan beras yang tidak selalu bisa dijamin akan cukup, seandainya program Raskin di-scale up untuk menggantikan BLT. Pengalaman dari implementasi Raskin selama ini, tidak ada mekanisme yang menjamin bahwa beras Raskin diterima oleh rumah tangga yang harusnya menerima, karena ada praktek ‘bagi rata’ di desa kepada semua warga desa.

Program Keluarga Harapan (PKH). PKH adalah program bantuan tunai bersyarat. Penerima bantuan tunai memiliki ‘kewajiban’ untuk memastikan anak usia sekolah tidak putus sekolah, dan ibu hamil serta balita memeriksakan kesehatan secara rutin ke Puskesmas/Posyandu. PKH adalah program yang tujuannya memutus kemiskinan lintas generasi dengan memberi insentif bagi orang tua untuk melakukan investasi sumber daya manusia. Meski sama-sama memberikan bantuan tunai, PKH tidak cocok untuk menggantikan BLT sebagai program kompensasi jangka pendek karena:

1. PKH ditargetkan untuk keluarga miskin yang memiliki anak usia sekolah, balita dan ibu hamil. Sementara program kompensasi harusnya menjangkau seluruh keluarga miskin.

2. Kondisionalitas (‘kewajiban’) penerima PKH memberikan beban tambahan yang tidak kecil: pendampingan serta proses verifikasi. Ini membuat biaya administrasi untuk scale-up PKH menggantikan BLT menjadi sangat besar.

3. Scale-up PKH menyaratkan dukungan supply side (sarana pendidikan dan kesehatan) yang siap untuk menampung lonjakan penggunaan dari tambahan peserta PKH

Beasiswa Siswa Miskin (BSM), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesmas). Seperti sudah dibahas di atas, bantuan pendidikan dan kesehatan memiliki beberapa keterbatasan dalam menjalankan fungsi sebagai program kompensasi. Program-program ini memiliki tujuan lain yang tetap harus dipertahankan, bahkan diperbesar cakupannya. Tapi bukan untuk tujuan kompensasi.

Program Padat Karya, Cash for Work dan semacamnya. Dari sekian banyak alternatif, program-program penciptaan lapangan kerja sementara adalah alternatif yang paling ideal sebagai program kompensasi. Tapi harus diingat juga, ada keterbatasan kemampuan pemerintah untuk menciptakan sekian juta lapangan pekerjaan dalam waktu singkat. Artinya, program ini memerlukan perencanaan pra-implementasi yang panjang.


Bagian 2 - evaluasi BLT 2008

No comments:

Post a Comment